Harta bawaan suami menjadi warisan istri, begitupun sebaliknya, harta bawaan istri menjadi warisan suami. Hal tersebut sebagaimana yang diterangkan dalam Pasal 171 huruf e Kompilasi Hukum Islam (KHI) bagi yang beragama Islam serta Pasal 832 dan Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) bagi yang beragama selain agama islam
Pasal 171 huruf e KHI
“Yang dimaksud dengan:
e. Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.”
Pasal 832 KUH Perdata
“Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini. Bila keluarga sedarah dan suami atau isteri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.”
Pasal 119 KUH Perdata
“Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antarà suami isteri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami isteri.”
Merujuk aturan tersebut dengan demikian disimpulkan bahwa harta bawaan suami atau istri menjadi harta warisan.
Artikel Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Ahli Hukum Indonesia. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308.