Barang, Benda, Harta atau Aset yang Tidak bisa Disita, Dirampas atau Diblokir dalam Perkara Korupsi

Sumber foto: https://www.accountantsdaily.com.au/images/articleimages-391x261/850x492/corruption-ad.jpg

Barang, Benda, Harta atau Aset (untuk selanjutnya disebut “Barang”) yang tidak bisa disita atau dirampas dalam perkara korupsi antara lain adalah sebagai berikut:

A. Barang tersebut tidak ada kepentingannya dalam proses pembuktian;

Penjelasan huruf A:

Merujuk Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menegaskan bahwa penyitaan benda bergerak atau tidak bergerak hanya dilakukan terhadap kepentingan Pembuktian.

Pasal 1 angka 16 KUHAP

Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan

Artinya, apabila benda atau barang tersebut tidak ada kepentingannya dalam proses pembuktian maka barang tersebut tidak bisa disita atau dirampas.

B. Barang tersebut perolehannya tidak berasal dari hasil tindak pidana korupsi (baik seluruh maupun sebagian);

C. Barang tersebut bukan merupakan hasil dari tindak pidana korupsi;

D. Barang tersebut tidak dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana korupsi;

E. Barang tersebut tidak dipergunakan secara langsung untuk mempersiapkan tindak pidana korupsi;

F. Barang tersebut tidak dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana korupsi;

G. Barang tersebut tidak dibuat secara khusus untuk melakukan tindak pidana koruspi;

H. Barang tersebut tidak diperuntukkan secara khusus untuk melakukan tindak pidana korupsi;

I. Barang tersebut tidak mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana korupsi;

Penjelasan huruf B sampai huruf I:

Bahwa Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa harta kekayaan atau barang yang dapat disita adalah sebagai berikut:

a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
b. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.

Merujuk pada Pasal 39 ayat (1) tersebut di atas, maka selain atau kebalikan dari barang barang yang diterangkan dalam Pasal 39, yaitu barang-barang sebagaimana yang dimaksud dalam angka B sampai dengan angka I tersebut di atas dengan demikian tidak dapat dilakukan penyitaan atau perampasan.

Lebih lanjut, Pasal 18 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor Nomor 31 Tahun 1999 tentang jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) menerangkan bahwa perampasan barang dalam perkara tindak pidana korupsi ditujukan terhadap barang yang digunakan atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

Pasal 18 ayat (1) huruf a UU Tipikor

Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.

Merujuk Pasal 18 ayat (1) huruf a UU Tipikor tersebut di atas maka barang yang tidak digunakan untuk tindak pidana korupsi (sebagaimana huruf D) dan barang yang tidak diperoleh dari tindak pidana korupsi (sebagaimana huruf B) dengan demikian tidak dapat dilakukan penyitaan atau perampasan.

J. Barang tersebut bukan milik Terdakwa.

Penjelasan huruf J:

Bahwa Pasal 19 ayat (1) UU Tipikor menerangkan bahwa pengadilan tidak dapat menjatuhkan putusan perampasan barang yang bukan milik terdakwa tindak pidana korupsi jika hak pihak ketiga yang beriktikad baik akan dirugikan.

Pasal 19 ayat (1) UU Tipikor

Putusan pengadilan mengenai perampasan barang-barang bukan kepunyaan terdakwa tidak dijatuhkan, apabila hak-hak pihak ketiga yang beritikad baik akan dirugikan.

Merujuk uraian tersebut di atas, dengan demikian dapat disimpulkan Barang, Benda, Harta atau Aset yang tidak bisa disita atau dirampas dalam perkara korupsi antara lain adalah sebagai berikut:

A. Barang tersebut tidak ada kepentingannya dalam proses pembuktian;

B. Barang tersebut perolehannya tidak berasal dari hasil tindak pidana korupsi (baik seluruh maupun sebagian)

C. Barang tersebut bukan merupakan hasil dari tindak pidana korupsi

D. Barang tersebut tidak dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana korupsi

E. Barang tersebut tidak dipergunakan secara langsung untuk mempersiapkan tindak pidana korupsi

F. Barang tersebut tidak dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana korupsi

G. Barang tersebut tidak dibuat secara khusus untuk melakukan tindak pidana koruspi

H. Barang tersebut tidak diperuntukkan secara khusus untuk melakukan tindak pidana korupsi

I. Barang tersebut tidak mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana korupsi

J. Barang tersebut bukan milik Terdakwa.

Artikel Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Ahli Hukum Indonesia. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308.

Mungkin anda juga menyukai

Lainnya

Tinggalkan Balasan

Jasa Pembuatan Legal Opinion

Pasang Iklan