Mantan Istri Melarang Bertemu Anak, Apa Langkah Hukum yang Dapat Dilakukan?

Sumber foto: https://sacksandsackslaw.com/wp-content/uploads/2021/07/child-custody.jpeg

Langkah hukum yang dapat dilakukan oleh mantan suami tehadap mantan istri yang melarang bertemu anak adalah memberikan somasi kepada istri, melaporkan kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan menggugat istri ke pengadilan untuk pencabutan hak asuh anak karena mantan istri melanggar Pasal 14 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Jo. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak), yang berbunyi:

 (1) Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi Anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

(2) Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak tetap berhak:

a. bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua Orang Tuanya;

b. mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua Orang Tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;

c. memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang Tuanya; dan

d. memperoleh Hak Anak lainnya.

Merujuk ketentuan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa anak berhak bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua orang tuanya.

Mantan istri yang melarang mantan suami bertemu anak merupakan perbuatan yang melawan hukum, yaitu melanggar Pasal 14 UU Perlindungan anak. Oleh karena itu, langkah hukum yang dapat dilakukan terhadap mantan istri tersebut adalah memberikan somasi kepada mantan istri, melaporkan mantan istri ke KPAI atau menggugat mantan istri ke pengadilan.

Adapun gugatan yang diajukan adalah mengenai pencabutan hak asuh anak, sebagaimana diatur dalam aturan Rumusan Rapat Pleno Kamar Agama 2012 s/d 2019 yang berlaku untuk beragama Islam pada pokoknya menyatakan “orang tua yang telah mendapatkan hak asuh anak (hadhanah) memiliki kewajiban memberi akses kepada orang tua yang tidak mendapatkan hak asuh anak (hadhanah). Apabila orang tua pemegang hak asuh anak (hadhanah) tidak memberi akses, maka orang tua yang tidak mendapatkan hak asuh anak (hadhanah) memiliki hak untuk mengajukan gugatan pencabutan hak asuh anak ke Pengadilan Agama.”

Sedangkan untuk orang tua yang beragama Non Muslim (Kristen, Katolik,Hindu, Budha dan Konghucu) yang tidak diberi akses bertemu anak, dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum dengan permintaan pencabutan hak asuh anak dengan dasar Pasal 14 UU Perlindungan Anak.

Artikel Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Ahli Hukum Indonesia. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308.

Mungkin anda juga menyukai

Lainnya

Tinggalkan Balasan

Jasa Pembuatan Legal Opinion

Pasang Iklan