Alat bukti yang diperoleh secara tidak sah TIDAK mempunyai nilai pembuktian. Hal ini sebagaimana dengan Kaidah Hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016 pada halaman 96, Pertimbangan Hukum Hakim menerangkan sebagai berikut:
“Persoalannya adalah apakah rekaman pembicaraan merupakan bukti yang sah dalam hukum acara pidana? Untuk menilai rekaman tersebut merupakan bukti yang sah adalah dengan menggunakan salah satu parameter hukum pembuktian pidana yang dikenal dengan bewijsvoering, yaitu penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di pengadilan. Ketika aparat penegak hukummenggunakan ALAT BUKTI YANG DIPEROLEH DENGAN CARA YANG TIDAK SAH ATAU UNLAWFUL LEGAL EVIDENCE MAKA BUKTI DIMAKSUD DIKESAMPINGKAN OLEH HAKIM ATAU DIANGGAP TIDAK MEMPUNYAI NILAI PEMBUKTIAN oleh pengadilan.”
Selain itu, Prof. Dr. Eddy OS Hiariej, S.H., M.Hum. yang didengar keterangannya sebagai ahli di bawah sumpah dalam persidangan tanggal 20 April 2016 dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016 pada halaman 38 – 40, pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
“Berbicara perihal pembuktian, maka tidak akan terlepas dari 4 hal fundamental dalam pembuktian: Pertama, …. Ketiga, apa yang disebut sebagai exclusionary rules, yang secara harafiah dimaknai sebagai cara memperoleh bukti yang sesuai dengan hukum. Konsekuensi lebih lanjut, apabila bukti tersebut diperoleh dengan jalan yang tidak sah atau tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka demi hukum bukti yang diperoleh secara tidak sah tersebut haruslah tidak diperhitungkan dalam pemeriksaan di pengadilan tersebut. Dalam beberapa literatur dikenal dengan istilah exclusionary discretion. Phyllis B. Gerstenfeld memberi definisi exclusionary rules sebagai prinsip hukum yang mensyaratkan tidak diakuinya bukti yang diperoleh secara melawan hukum. Tegasnya, exclusionary rules berlaku sebagai guidance mensyaratkan bahwa bukti yang diperoleh secara ilegal tidak dapat diterima di pengadilan. Keempat, ……. di pengadilan.
….. Secara teoretis, ada 6 parameter dalam pembuktian. Pertama, ……… Ketiga, bewijsvoering, dapat dimaknai sebagai penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di pengadilan, baik itu cara menemukan, mengumpulkan, memperoleh, dan menyampaikan bukti di pengadilan. Bewijsvoering pada dasarnya sangat terkait erat dengan fundamental pembuktian yang disebut dengan exclusionary rules. Hal tersebut menandakan bahwa apabila bukti tersebut diperoleh dengan jalan yang tidak sah, maka konsekuensinya demi hukum adalah pemeriksaan perkara tersebut harus dibatalkan. Hal ini yang disebut dengan unlawful legal evidence, bahwa apabila bukti didapatkan dengan cara atau jalan yang tidak sah, maka demi hukum hal tersebut akan menggugurkan perkara yang diperiksa tersebut. Sebagaimana yang diajarkan pula oleh Herbert L. Packer, bahwa suatu bukti illegally acquired evidence (perolehan bukti secara tidak sah) adalah tidak patut dijadikan sebagai bukti di pengadilan.”
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dengan demikian disimpulkan bahwa Alat bukti yang diperoleh secara tidak sah TIDAK mempunyai nilai pembuktian.
Artikel Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Ahli Hukum Indonesia. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308.