Apakah Jual Beli Tanah yang semula Perkara Perdata dapat menjadi Perkara Pidana?

Sumber foto: https://www.forsalebyowner.com/_next/image?url=https%3A%2F%2Fwww.forsalebyowner.com%2Fwordpress%2Fwp-content%2Fuploads%2FSell-Land-For-Sale-By-Owner.jpg&w=1080&q=75

Jual beli tanah yang semula perkara perdata TIDAK DAPAT menjadi perkara pidana. Hal tersebut sebagaimana diterangkan dalam Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung Nomor: 16 PK/PID/2022 tanggal 17 Maret 2022 yang menyatakan:

Jual beli lahan yang merupakan masalah perdata telah dijadikan suatu perbuatan pidana merupakan kekhilafan atau kekeliruan dari putusan Judex Juris.

Adapun untuk memahami kaidah hukum tersebut di atas secara lebih jelas, berikut ringkasan kasus posisi dan pertimbangan Mahkamah Agung.

Ringkasan Kasus Posisi

Pada awalnya, terdakwa diberikan kuasa oleh 7 (tujuh) orang atas nama La Elo, La Ode Banara, Mustafa Tulu, La Ode Sawerigading, Wa Tinamu, Narni dan Wa Maona untuk menjual lahan seluas 27 (dua puluh tujuh) hektar. Objek tanah seluas tersebut merupakan bagian dari putusan Mahkamah Agung Nomor 369 K/Pdt/2011 atas tanah seluas 168 (seratus enam puluh delapan) hektar. Surat kuasa ditandatangani saat diadakan pertemuan dalam pembahasan putusan Mahkamah Agung tersebut sesuai Berita Acara Rapat tanggal 13 Desember 2017 dengan kesepakatan menjual kepada PT Zam-Zam Sultra dengan harga Rp. 40.000,00 (empat puluh ribu) per meter persegi. Jual beli tidak terlaksana karena kemudian ada pihak lain yang mengklaim bahwa tanah tersebut miliknya, dengan demikian maka murni permasalaha yang terjadi adalah ranah hukum perdata dan sebelum adanya putusan pengadilan maka Para Pemberi Kuasa kepada terdakwa adalah pihak yang berhak atas tanah tersebut karena bagan dari putusan Mahkamah Agung Nomor 369 K/Pdt/2011.

Pertimbangan Mahkamah Agung

  1. Bahwa alasan Peninjauan Kembali yang diajukan Terpidana dapat dibenarkan mengenai adanya kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata dalam putusan judec factie, oleh karena berdasarkan pada fakta-fakta persidangan yang relevan secara yuridis diperoleh fakta bahwa Pemohon PeninjauanKembali/Terpidana melakukan jual beli dalam perkara a quo setelah menerima surat kuasa dari 7  (tujuh) orang selaku pemilik yang merupakan bagian dari putusan Mahkamah Agung Nomor 369 K/Pdt/2011 atas tanah seluas 168 (seratus enam puluh delapan) hektar.
  2. Bahwa alasan tidak terjadi jual beli dengan PT. Zam-Zam Sultra sesuai dengan pengikatan jual beli dihadapan Notaris Andi Hikmawati, SH, M.Kn tanggal 20 Desember 2017 dikarenakan adanya pihak lain yang mengklaim bahwa tanah tersebut adalah miliknya.
  3. Bahwa permasalahan ini murni masuk ranah hukum perdata dan sebelum adaya putusan pengadilan maka Para Pemberi Kuasa adalah pihak yang berhak atas tanah tersebut sebaga bagian dari putusan Mahkamah Agung Nomor 369 K/Pdt/2011.
  4. Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas Mahkamah Agung berpendapat banar terjadi suatu Perbuatan yang merugikan pihak lain, namun sejak awal perbuatan in casui terjadi karena adanya kesepakatan jual beli antara PT. Zam-Sam Sultra dengan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana yang apabila ada yang dirugikan harus diselesaikan dalam ranah hukum perdata.

Artikel Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Ahli Hukum Indonesia. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308.

Mungkin anda juga menyukai

Lainnya

Tinggalkan Balasan

Jasa Pembuatan Legal Opinion

Pasang Iklan