Keabsahan surat kuasa diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1959 dan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1994 yang mengatur mengenai unsur-unsur yang harus ada dalam surat kuasa khusus yaitu:
a. Menyebut secara jelas dan spesifik surat kuasa untuk berperan dipengadilan;
b. Menyebut kompetensi relatif;
c. Menyebut identitas dan kedudukan para pihak; dan
d. Menyebut secara ringkas dan konkret pokok dan objek sengketa yang diperkarakan.
Semua unsur ini bersifat kumulatif. Jika tidak dipenuhinya salah satu syarat akan mengakibatkan kuasa tidak sah.
Disamping itu, surat kuasa juga harus menggunakan meterai sebagaimana yang diatur Penjelasan Pasal 3 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai yang pada pokoknya menerangkan bahwa Bea Meterai dikenakan atas Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata termasuk surat kuasa.
Lebih lanjut, Tanda Tangan dibubuhkan sebagian di atas kertas dan sebagian di atas Meterai Tempel disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukannya penandatanganan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.03/2021 Tahun 2021 tentang Pembayaran Bea Meterai, Ciri Umum dan Ciri Khusus Pada Meterai Tempel, Kode Unik dan Keterangan Tertentu Pada Meterai Elektronik, Meterai dalam Bentuk Lain, dan Penentuan Keabsahan Meterai, Serta Pemeteraian Kemudian
Apabila salah satu syarat tidak terpenuhi, maka surat kuasa mengandung cacat formil dan dapat diajukan keberatan terhadap surat kuasa tersebut.
Artikel Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Ahli Hukum Indonesia. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308.