Perbuatan penghentian perjanjian secara sepihak dianggap sebagai perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak.
Pasal 1338 KUHPerdata:
“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
Hal tersebut kemudian ditegaskan dalam beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung yaitu Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 580 PK/Pdt/2015, Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 28 K/Pdt/2016 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 4/Yur/Pdt/2018, dengan kaidah hukum sebagai berikut:
Putusan Mahkamah Agung No. 580 PK/Pdt/2015
“Bahwa penghentian Perjanjian Kerjasama secara sepihak tersebut merupakan perbuatan melawan hukum, oleh karena itu Tergugat harus membayar kerugian yang dialami Penggugat.”
Putusan Mahkamah Agung No. 28 K/Pdt/2016
“Bahwa sesuai fakta persidangan terbukti Penggugat adalah pelaksana proyek sesuai dengan Surat Perintah Mulai Kerja yang diterbitkan oleh Tergugat I, proyek mana dihentikan secara sepihak oleh Para Tergugat, sehingga benar para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum.”
Putusan Mahkamah Agung Nomor 4/Yur/Pdt/2018
“Pemutusan perjanjian secara sepihak termasuk dalam perbuatan melawan hukum.”
Berdasarkan ketentuan hukum tersebut di atas maka jelas bahwa pihak yang memberhentikan kerjasama secara sepihak dianggap melakukan perbuatan melawan hukum
Artikel Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Ahli Hukum Indonesia. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308.