Apakah Hakim, Jaksa atau Polisi dapat mengajukan Pertanyaan yang “Menjerat” kepada Terdakwa

Sumber foto: https://media.istockphoto.com/photos/lawyer-questioning-a-suspect-picture-id87332375?k=6&m=87332375&s=612x612&w=0&h=tu9W1XoxwVob9fnov_VBYIwcc--eOC6TomR3fg5Xczs=

Hakim, Jaksa dan Polisi tidak boleh mengajukan pertanyaan yang bersifat menjerat. Hal tersebut sebagaimana yang diterangkan dalam Pasal 166 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Pasal 166 KUHAP

Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh diajukan baik kepada terdakwa; maupun kepada saksi

Pasal 166 KUHAP tersebut tidak hanya berlaku pada pemeriksaan di sidang pengadilan. Ketentuan Pasal 166 KUHAP tersebut berlaku di semua tingkat pemeriksaan termasuk pemeriksaan oleh penyidik.

Adapun penjelasan Pasal 166 KUHAP menerangkan sebagai berikut:

Jika dalam salah satu pertanyaan disebutkan suatu tindak pidana yang tidak diakui telah dilakukan oleh terdakwa atau tidak dinyatakan oleh saksi, tetapi dianggap seolah-olah diakui atau dinyatakan, maka pertanyaan yang sedemikian itu dianggap sebagai pertanyaan yang bersifat menjerat. Pasal ini penting karena pertanyaan yang bersifat menjerat itu tidak hanya tidak boleh diajukan kepada terdakwa, akan tetapi juga tidak boleh diajukan kepada saksi. Ini sesuai dengan prinsip bahwa keterangan terdakwa atau saksi harus diberikan secara bebas di semua tingkat pemeriksaan. Dalam pemeriksaan penyidik atau penuntut umum tidak boleh mengadakan tekanan yang bagaimanapun caranya, lebih-lebih di dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Tekanan. itu, misalnya ancaman dan sebagainya yang menyebabkan terdakwa atau saksi menerangkan hal yang berlainan daripada hal yang dapat dianggap sebagai pernyataan pikirannya yang bebas.

Adapun contoh pertanyaan menjerat tersebut yaitu “Apakah Saudara telah berhenti memukul isteri Anda sekarang?”. Pilihan jawaban yang diinginkan adalah “Ya” atau “Tidak”. Padahal, si terdakwa ini sedang diperiksa untuk suatu tindakan pemukulan yang disangkalnya sejak awal. Ia merasa tidak pernah memukul isterinya. Tapi, ketika ditanya dengan bentuk pertanyaan seperti itu, ia dalam keadaan sulit untuk menjawab apapun. Jika ya, berarti ia memang pernah memukul isterinya (sekalipun sekarang tidak lagi). Jika tidak, berarti ia juga pernah memukul isterinya (dan itu terus terjadi sampai sekarang). Oleh sebab itu, pertanyaan yang menjeratkan seperti ini tidak boleh sampai diajukan oleh siapapun, baik oleh jaksa, penyidik, penasihat hukum, maupun hakim; dan kepada siapapun, baik itu kepada terdakwa, tersangka, saksi, atau ahli.

Artikel Hukum ini ditulis oleh Maruli Harahap – Ahli Hukum Indonesia. Bila anda ingin konsultasi mengenai permasalahan hukum, silakan hubungi WhatsApp: 0822-7365-6308.

Mungkin anda juga menyukai

Lainnya

Tinggalkan Balasan

Jasa Pembuatan Legal Opinion

Pasang Iklan